
Pada kunjungan ketiga ke Cisauk (Tjisaoek), saya bertemu engkong Ong Kim Lie. Ia sedang duduk sendiri di pintu Vihara Sobhitta Kwan Im Hud Cow. Saya berkenalan dengannya lalu bertukar beberapa kalimat basa basi. Ia bercerita soal kepindahannya ke Cisauk pada tahun 1998 dari desa dekat situ, setelah istrinya meninggal. Saya lalu menanyakan tentang rumah Cisauk di sebelah vihara.
“Itu dulu bekas klenteng sampai tahun 87, terus pindah ke sini”.
“Dulu rumahnya Tian Chin, pegawe perkebonan karet, dibangun taon 29. Itu kan ada tulisannya..”
Si engkong lupa kalau negeri ini sudah beberapa kali mengganti ejaan,
Sebelum sampai ke bangunan yang saya namakan Rumah Cisauk itu, saya mampir di sebuah gedung indische bertulisan RM Khas Padang Sri Mangi Jaya di depannya. Bangunan tua jaman Belanda itu berada di pertigaan Cisauk Serpong. Uni, pemilik rumah makan, bercerita tentang ruang bawah tanah penuh ular besar dan kecil. Katanya, pintu masuk ruang itu ada di tebing sungai Cisadane, sekitar 500 meter dari situ.
“Jadi lubang ini disebelah mana persisnya Ni ?”
“Wah itu nggak ada yang tahu, belum ada yang nyari sih”, jawab si Uni.
“Kok Uni bisa tahu ada lubang ular ?”
“Kan saya dimimpiin”
Sulit sekali mencari “cerita” yang benar tentang bangunan tua.
Kembali ke cerita Rumah Cisauk. Di depan rumah itu, terpampang tulisan LIAUW TAUW MERK TIANGHIN (mungkin juga TIANCHIN) 1929. Rumah itu simetris,. Bagian kiri, kanan rumah itu sama bentuknya, dengan bagian depan yang juga serupa dengan bagian belakang. (mungkin) Arsiteknya hanya merancang seperempat bagian, lalu dijiplak tiga kali. Sekarang, tiga pintu yang dulu menganga sudah dipalang kayu. Sepertinya, ada yang mengurus bangunan tua ini.
Beranda rumah, disangga empat buah pilar besar. Daun pintu bagian dalam sudah hilang semua. Beberapa kusen ikut hilang. Ubin berhias motif sederhana. Ada lubang ventilasi berukuran 2×2 meter pada atap ruang tengah. Di bawahnya terdapat kotak terbuat dari semen dengan fungsi tidak jelas. Dinding ruang dalam bersih dari coretan, kecuali di dalam salah satu kamar.
Di kamar itu ada catatan senjata dan amunisi yang disita sejak 22 Januari 1949, masa Aksi Polisionil Belanda. Tercatat 7 pucuk Lee-Enfield, 2 pucuk karaben, 2 buah Sten, peluru mortir, granat tangan, 4,000 butir peluru dan Tekidanto. Yang terakhir ini entah senjata apa. Di sisi lain ada coretan pensil tentang jatah ransum harian, jadwal piket dan coretan lain. Semua dalam bahasa Belanda.

Pertama melihat tulisan-tulisan itu, ada rasa terkejut dan ragu atas keasliannya. Tidak setiap hari saya melihat daftar amunisi. Terlebih lagi di dalam rumah ibadah. Beberapa pertanyaan terlintas di kepala. Mungkin rumah ini pernah dijadikan lokasi pembuatan film perang. Atau mungkin ini lelucon seorang sejarawan iseng.

Dari ruangan ini, saya menuju gang samping rumah. Berharap menemukan barang antik, emas batangan atau mungkin sten gun. Yang saya temukan, justru lubang septik tank. Di dalamnya terlihat beberapa anak tangga. Septik tank seharusnya tidak dirancang untuk dimasuki manusia. Saya mengamati dengan seksama. Ada pintu masuk dari besi dan ruangan besar di bawah. Perlu beberapa menit untuk meyakinkan tidak ada ular bersembunyi. Dengan memegang dua buah senter saya turun.
Ruang bawah tanah berdinding semen, luasnya sekitar 3 x 4 meter. Terdapat dua pipa ventilasi terbuat dari terakota berdiameter 15 cm berada di samping. Lantainya tanah, atau mungkin tertimbun tanah. Ada ceruk di samping pintu, biasanya untuk tempat lilin atau lentera. Ruang ini mungkin dirancang untuk perlindungan serangan udara, atau penjara bawah tanah.
Sampai di rumah saya mencoba mencari fakta. Saya mengirim foto2 rumah ke Jan Bleijenberg . Ayahnya anggota marinir Belanda yang terlibat dalam Aksi Polisionil. Menurut Jan, IVD 3-2 RVA (artikel dalam bahasa Belanda) adalah singkatan dari “Inlichtingen en Veiligheids Dienst” dari 3rd battery 2nd Regiment Veldartillerie (Unit Intelejen Militer – Batere 3 Resimen 2 Artileri Medan)
Sejarah resmi “1st Infantery Brigade C-Divisie 7 December” tidak menyinggung keberadaan unit intelejen ini. Juga tidak mencatat keberadaan 3-2 RVA di Cisauk pada masa itu. Tetapi wawancara Jan dengan dua bekas serdadu 3-2 RVA menyatakan lain. Unit ini pernah di tugaskan di Curug, sekitar 10 km dari Cisauk, setelah melakukan aksi polisionil di Banten pada Desember 1948.

Jan juga mengkonfirmasi bahwa jatah roti KL adalah 600 gram per hari. Jatah roti KNIL lebih sedikit, karena mereka mendapat tambahan nasi. Sesuai dengan tulisan yang tertera di dinding. Kami tidak dapat memeriksa nama nama Indonesia yang tertulis, karena Jan tidak dapat mengakses data pasukan KNIL.

3-2 RVA Oedjang Tjianjoer Tjipanas
Saya sempat bertanya kepada beberapa orang tua di Tangerang mengenai rumah ini. Mereka bahkan tidak mengetahui keberadaan bangunan tua ini. Di internet sedikit sekali data tentang sejarah Cisauk. Tetapi tidak ada data aksi Polisionil atau perkebunan karet Belanda disana. Saya berharap, suatu hari dapat mendengar cerita rumah Cisauk, sebelum bangunan tua ini dirobohkan.
Lokasi :
Tekidanto kalau tidak salah adalah alat pelontar mortir
Terima kasih pak Anton buat informasinya.
tekidanto itu senjata macam pelontar mortir mas, bentuknya kayak tabung gitu 🙂
sa;am kenal, menarik sekali tulisannya 🙂
Terima kasih mas Ady untuk informasinya, senang bisa berkenalan dengan anda. Sayang sekali kondisi ruangan ini tidak terawat. Sangat sayang …
bagus, memang dulu disna di pertigaan cisauk sampai german center adalah perkebunan karet&di pinggir sungai cisadane ada gua di kanan kirinya ada rumah sakit &goa untuk tahanan letaknya saya tidak tahu diposisi mana kanan/kiri,karna yang saya dengar ada yang sengaja menutupi pintu masuk goa tsb dengan sampah.
Terima kasih infonya, saya baru dengar ada rumah sakit di Cisadane. Ada ancer2 disebelah mana Cisadane ?
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/coretan-dinding-dan-bungker-rahasia-militer-belanda-di-cisauk ada di sini juga bang nih,,,heheh
Memang perginya bersama kok
Misi mas dipo, btw orang mana ya? Ada kontak yang bisa di hubungi tidak ya??
Bisa via situs ini
Mas dipo ada website lain yang membahas/menunjang mas untuk menulis tulisan ini tidak selain natgeo? Mohon bantuan nya mas karena saya sedang membuat makalah mengenai rumah ini juga, terimakasih mas😊
mas kalo saya minta alamat jelas dari rumah itu bisa nggk, saya mau ke situ untuk penelitian lapangan tugas akhir saya. terimakasih
patokannya wihara di daerah cisauk.dekat dengan stasiun kereta cisauk. gampang kok mba dicarinya..
Tulisan yg sgt menarik Mas Dipo….kebetulan sy tertarik dg bangunan itu, pernah sekali lewat dpn rumah tsb saat lalin lg macet sy perhatikan dari bentuk bangunan nya sy yakin ini peninggalan yg bernilai sejarah. dari pilar, jendela dan bagian lain sangat kental nuansa rumah jaman dulu, (jaman penjajahan). sayang keberadaannya memprihatinkan dan di terawat. sekilas sy melihat ada tukang jahit. pas sy cek di googleview memang tukang jahit. ok mas makasih infonya….jd pingin kesana lg.
Setiap hari saya selalu melewati depan bangunan ini. Kebetulan rumah saya di daerah Cisauk. Ternyata ada banyak cerita dan sejarah dari bangunan ini. Sekarang bangunan tersebut terkesan kumuh dan tidak terawat. Saat ini teras depan di tempati oleh tukang jahit dan bengkel motor.
Mudah-mudahan dari pihak pemda atau pemprop bisa melestarikan bangunan ini karena merupakan bangunan bersejarah dan cagar budaya. Sebab saat ini di Cisauk akan di bangun fly-over takutnya bangunan ini terkena dampak dari pelebaran jalan.