
Tulisan oleh : Dharmawan.
Ia tidak ingat berapa umurnya. Mungkin lebih dari 70 tahun. Pendengarannya kian berkurang. Oey Kwie Oeng, dulunya mengelola pabrik topi bambu, sebuah industri rumah khas “cina benteng” Tangerang. Pabrik itu tutup sejak 1984. Kalah bersaing dengan topi laken. Pegawainya lebih senang bekerja di pabrik lain.
“Padahal dulu saya jual sampai ke Medan, Surabaya, dan kota-kota di Kalimantan.”
Dia masih tinggal di rumah itu juga: tua, besar, berdiri di atas tanah 3.400m2. Pintu depannya masih sama, mungkin ketika ia kecil: ditutup dengan palang dari dalam. Belum lama, isterinya meninggal dunia. Ia ingin segera menjual rumahnya,
“Saya sudah tua, mau apa lagi?”
yang tak mampu bersaing dengan masa akan tergilas.. itu hukum rimba di dunia kita saat ini. namun sesungguhnya kalau masih cukup kepedulian dari sesama, semestinya semua dunia ini hanya terici oleh cinta dan kasih sayang…. salam
Terima kasih pak Hakim. Sedih melihat banyak yang mampu bersaing, dipaksa tidak mampu. Salam hangat.
saya suka sekali dengan foto ini, kebetulan saya sedang membantu teman yg sedang mealkukan thesis ttg rumah dan interior cina peranakan kalau tidak keberatan boleh saya minta ancer2 menuju perkampungan cina benteng yang masih memiliki rumah dan interior yang orisinil seperti pada foto ini.
saya mencoba mencari perkampungan tsb tapi belum berhasil menemukan detailnya.
terimakasih
Mas Dipo, bolehkah kami tahu di mana rumah Pak Oey? Kami sedang ingin mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi mengenai topi bambu. Kalau tidak keberatan, Mas Dipo bisa mengirim alamatnya ke email kami. Terimakasih.