Lim Liok Nio akhirnya bisa membeli rumah sendiri. Kecil dan agak berantakan karena ada beberapa barang pemilik lama. Entah kenapa si pemilik lama itu, sampai sinci** leluhurnya juga ditinggal. Konon leluhurnya itu seorang jendral di Tiongkok.
Satu malam terdengar suara tangisan. Liok Nio lama-lama jengkel juga. Tidak peduli sudah malam ia cari sumbernya. Ternyata berasal dari sinci itu. Sepertinya si jendral sedih ditingal keluarganya sendiri.

Tapi Lim Liok Nio bukan perempuan biasa. Bukannya takut, malah emosi. Meja itu digebrak sambil berkata, ”Ndak usah nangis kowe, aku dongano gawe omah gede, ngko kowe tak dokone omah tengah”. (Tidak usah nangis. Buatkan saya rumah besar, nanti kamu saya taruh diruang tengah)***.
Tangisan berhenti, dan Liok Nio kembali tidur.

Setelah kejadian itu, usaha pasangan Oei Gong Bouw dan Lim Liok Nio maju pesat. Mereka menjadi juragan batik khas Peranakan terbesar di Lasem, dan bisa membangun rumah besar. Sesuai janji, sinci dipindah keruang tengah dengan upacara kebesaran, lengkap dengan jidor (pasukan musik lengkap dengan terompet dan tambur. Mirip tanjidor didaerah Jakarta).
Sayangnya Oei Gong Bouw meninggal tidak lama setelah itu. Sinci sang jendral harus dipindah, supaya sinci Oei Gong Bouw dapat ditaruh ditempat kehormatan itu.

Dua abad kemudian diberanda rumah itu, Oei Gien Nio, cicit mereka, menceritakan kisah ini kepada saya. Sinci Oei Gong Bouw masih di ruang tengah, bersebelahan dengan sinci Lim Liok Nio, juga anak dan cucu-cucunya. Sedang sang jendral kembali sendiri diruang samping****.
Catatan :
Dibantu beberapa teman ahli budaya & bahasa peranakan cina, beberapa tulisan dapat diterjemahkan. Disitu tertulis kalau sang “jendral” adalah seorang pejabat kerajaan Tiongkok. Lahir diakhir abad 17 atau awal abad 18.
** sebuah papan yang bertuliskan nama, tempat, tanggal lahir dan informasi penting lainnya dari orang yang sudah meninggal. Secara tradisi sinci seharusnya dirawat terus oleh keturunannya.
*** ruang tengah biasanya merupakan tempat khusus untuk anggota keluarga. Menaruh sinci diruang tengah berarti menghargai almarhum sebagai luluhur sendiri.
**** Di Lasem ruang kiri depan biasa dipakai untuk altar dewa dewi.