Saat saya di Sekolah Dasar tahun 70an, buku pelajaran bahasa Indonesia yang dipakai adalah “Bahasaku”. Buku karangan B.M. Nur dan W.J.S. Poerwadarminta ini sangat menarik buat saya, karena banyak ceritanya. Satu-satunya buku pelajaran yang saya baca tanpa perlu perintah dari guru.
Tokoh-tokohnya adalah Tuti, adiknya Sudin, dan sepupu mereka Amir. Mereka anak-anak yang rajin dan sopan. Teman mereka adalah Hasan, anak pemilik toko kelontong. Hasan sering membantu ayahnya menjaga toko setelah pulang sekolah. Masih ada satu anak lagi bernama Muntu. Muntu ini pemalas, sering tidur dikelas, juga agak jorok. Muntu sering ditegur guru karena kukunya dibiarkan panjang dan hitam.
Minggu lalu ibu saya datang dari Semarang. Beliau membawakan sebungkus kopi dengan nama yang menarik, kopi Tjap Muntu. Senang sekali mendengar lagi nama Muntu setelah 40 tahun. Bungkusnya menarik, warna-warna pastel. Ditulis dalam tiga bahasa, Indonesia, Belanda dan Jawa. Dibagian belakang ada foto seorang bapak, mungkin itu foto Muntu setelah dewasa.
Sampai sekarang saya belum tahu rasa kopi Muntu ini, masih senang melihat bungkusnya.
[…] Source https://kisah.wiratama.net/kopi-tjap-muntu-ulek2/ […]