Khoe Fie Lian, Pedagang Karung Bekas

 Peranakan Cina Jatinegara

 

Pasar Jatinegara, salah satu pasar tua Jakarta. Sejarah Jatinegara cukup panjang, paling tidak sejak abad 17, saat seseorang bernama Meester Cornelis membuka daerah itu. Saat saya masih SMA tahun 1980an, kondektur bis jurusan Jatinegara masih berteriak “Mester, Mester”. Sejarah pedagang Cina di Jatinegara juga sama tuanya dengan pasar itu sendiri.

peranakan jatinegara meester

Tapi kalau sekarang kita ke pasar Jatinegara, hanya terlihat deretan ruko dan pedagang kaki lima. Seperti daerah yang tanpa riwayat panjang. Untunglah Jatinegara lama masih ada, terjepit diantara ruko dan tertutup lapak pedagang kaki lima. Salah satunya adalah rumah keluarga Khoe. Mungkin sudah 100 tahun lebih rumah toko bergaya Cina ini, dan keluarga Khoe, ada di Jatinegara.

Rumah ini sekarang ditinggali keluarga Khoe generasi ke 3. Khoe Fie Lian, anak ke 12 dari 14 bersaudara, dan kakaknya Khoe Peng Oeng, anak ke 7. Masih usaha yang sama dengan orang tua mereka, berdagang karung.

Meski sudah 60 tahun, Khoe Fie Lian harus bekerja sendiri tiap hari. Kakaknya, Khoe Peng Oeng tidak bisa membantu karena serangan stroke dua tahun lalu.

peranakan cina pedagang
Untuk mengambil karung yang tertimbun, Fie Lan harus merayap melalui reruntuhan.

Saat saya datang sore itu Fie Lian sedang menghitung hasil dagangannya.

“Saya ada duit 3000, nanti buat beli wortel”, katanya.

Saya menanyakan kejadian dua hari lalu.

“Saya lagi dibelakang, mendadak ada suara keras”, cerita Fie Lian.

“Liat kedepan, sudah ambruk. Untung dia juga dibelakang” , katanya sambil menunjuk ke kakaknya.

Rumah keluarga Khoe roboh dua hari lalu. Fie Lian dan kakaknya selamat, kebetulan sedang dibagian belakang rumah. Rumah itu roboh karena dindingnya lapuk terkena air. Tumpahan air dari bangunan sekeliling yang lebih tinggi jatuh ke dinding rumah tua itu. Gedung sebelahnya baru dibangun. Atap rumah tua itu kejatuhan banyak  sisa2 material.

Sore itu seorang tetangga datang, menawarkan tempat tinggal sementara. Fie Lian menolak. Ternyata sudah 2 hari Fie Lian tidur di mobil tetangga, sedang Peng Oeng memilih tidur di pos hansip. Peng Oeng memang tidak suka pergi jauh dari rumah. Sejak terserang stroke, ia selalu takut rumahnya dibakar orang.

Rekan saya, arsitek Budi Lim, menanyakan rencana mereka selanjutnya. Fie Lian tidak bisa menjawab. Masih ada adiknya Peng Siang di Bekasi. Rumah itu rumah warisan, semua harus dengan persetujuan keluarga. Budi Lim meminjamkan telpon genggamnya supaya Fie Lian bisa menghubungi Peng Siang. Peng Siang berjanji akan datang esok harinya.

Sebelum pulang, kami berpesan supaya Fie Lian dan Peng Siang menelpon kami besoknya, supaya kami tahu bantuan apa yang harus diberikan.

Fie Lian tidak pernah menelpon.

 

One comment

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s