Semoga pohon di hutan tumbuh sebesar potongan kayu di sungai. Dan tidak ada orang yang ditolak cintanya, atau keseleo.
Pak Asril pemilik perahu satu-satunya di Batu Apoy, dusun di tepi sungai Namo. Termasuk wilayah desa Intu Linggau, kabupaten Kutai Barat. Ia tinggal di rumah kayu Ulin bersama anak-anaknya. Beberapa babi piaraan berkeliaran di halaman. Di dinding rumah ada foto sepasang pengantin tanpa bingkai, kaligrafi Arab dan tengkorak kijang. Ada satu anak perempuannya yang Muslim.
Tengkorak kijang itu hasil menjerat. Ada beberapa jenis jerat, sebagian sudah dilarang.
“Jerat tombak itu sudah tak boleh” katanya.
“Sekarang banyak orang masuk hutan, cari madu, cari kayu”, lanjutnya.
Jerat tombak adalah jerat yang bisa melontarkan tombak.
Hujan reda. Saat menunggu perahu disiapkan, diseberang ada ular terjun ke sungai.
Teman saya Taufik berkata “Kalau Asril lihat, dia ikut terjun tuh. Kalau lagi diperahu ditinggal aja perahunya”
“Terjun ngapain ?”
“Nangkap ular”
“Trus dibawa ke perahu hidup2 ?”
“Dibunuh dulu”
Entah bagaimana cara membunuhnya, tapi saya rasa sebaiknya saya tidak tahu soal itu.

Sungai Namo penuh gosong pasir dan potongan kayu. Menariknya potongan kayu banyak yang jauh lebih besar dari pohon di hutan. Sisa-sisa industri penebangan kayu di Kalimantan.
Saat tidak hujan, perahu harus didorong kalau bertemu kayu atau gosong pasir. Perjalanan menjadi lama. Saat hujan, perjalanan lebih cepat, tapi resiko terbalik lebih besar.
Dan kami menabrak kayu. Perahu bocor.
Taufik mulai menimba. Pakai piring plastik merah. Akhirnya kami terpaksa menepi. Perahu di tambal dengan potongan kain.
“Yang penting tidak tenggelam” kata pak Asril.
Di pinggiran sungai ada jejak binatang. Sepertinya rusa. Ada beberapa pohon rambutan dan langsat. Sayang tidak ada yang berbuah. “Sekarang buah tidak tentu” kata pak Asril. Efek perubahan musim rupanya sudah terasa di Kalimantan.

Beberapa pohon mencolok karena menjulang tinggi. Pohon adat. Pohon yang tidak boleh ditebang, dilindungi oleh hukum adat. Pohon Bengris (Koompassia Excelsa) ini salah satu pohon tertinggi dunia. Dia penghasil madu, karena lebah senang bersarang di situ. Pelanggar akan didenda sampai puluhan juta atau lebih.
Perjalanan dilanjutkan, kami sampai di pertemuan dengan sungai Lakan. Gabungan sungai ini akan masuk ke Muara Lawa, dari sana mengalir ke sungai Mahakam. Ternyata di sungai juga ada teluk dan muara, meski tidak sebesar teluk dan muara di laut.
Selain sedikit burung tidak ada binatang yang terlihat. Kami beruntung melihat seekor burung Enggang atau Rangkong. Burung ini sangat dihormati suku Dayak. Dihormati, dan banyak diburu.
Menurut pengemudi kami yang penduduk asli Kutai Barat, ada kepercayaan kalau kita mematahkan kaki anak burung Enggang, induknya akan menaruh buluh perindu di sarangnya sebagai obat. Buluh perindu berkhasiat memikat lawan jenis. Ada jenis burung lain, induknya akan menaruh kayu obat terkilir kalau kita patahkan kaki anaknya.
Saya sedih, membayangkan burung-burung Kalimantan yang pincang semuanya.
Saya dapat satu ilmu menghindari buaya. Kalau ada anjing yang berenang sambil mengigit kayu, simpan kayu itu ! Kayu itu membuat buaya tidak bisa melihat pembawanya. Yang ini saya tidak keberatan buat percaya.
Akhirnya kami bisa kembali dengan selamat ke dusun Batu Apoy. Semoga pohon di hutan bisa tumbuh sebesar kayu di sungai. Dan tidak ada orang yang ditolak cintanya, atau keseleo.