
The Han Thong (1958) alias Bo Dong. Konon awalnya beliau dipanggil Bo Thong, yang entah bagaimana lantas menjadi Bo Dong. Kelahiran Magelang – shio anjing tanah – sedang leluhurnya berasal dari Ngadirejo, kecamatan sebelah Parakan yang pada masa revolusi fisik dibakar orang-orang berbedil.
Pertama bertemu di sebuah seminar, saya sudah tidak ingat tentang apa seminar itu, di universitas Tarumanegara. Kembali berjumpa di Parakan beberapa tahun sesudahnya.
Setelah menjalani beberapa profesi “duniawi”, Bo Dong sekarang mengabdikan diri sepenuhnya pada klenteng Hok Tek Tong Parakan. Selain tugas rutin di klenteng, ia juga mengurus warga yang meninggal. Tugas yang membuatnya sering ditungu-tunggu, meski jarang disambut gembira. Semuanya diurus sendiri; dari awal sampai mengubur di pemakaman – atau penaburan abu kremasi.
Selain pemakaman banyak hal lain yang juga diurusnya. Sepertinya nalurinya memang merawat dan memperbaiki. Makam-makam tua sekitar Parakan didokumentasi; beberapa malah diperbaiki, termasuk yang sudah dilupakan ahli warisnya. Bermacam barang juga diperbaiki, setidaknya dicoba diperbaiki, dari pompa kolam sampai kamera tua. Karena itu dipinggangnya selalu ada tas kecil.
“Isinya segala macem, korek api, tembakau – drei ya ada”, katanya sambil mengintip isi tas itu.
*drei – obeng, berasal dari bahasa Belanda